Skip to main content

Usia 11 Tahun, perlukah diberi Ponsel?

Andi Sahtiani Jahrir

Hai, Kakak A.Amanda selamat ulang tahun yang kesebelas …. Terima kasih telah memberikan kami banyak pelajaran, darimu kami tahu bahwa mendididik anak bukanlah perkara mudah. Banyak hal yang kami pelajari darimu sebagai anak sulung di setiap perkembangan usiamu, utamanya pengetahuan pola asuh tentang psikologi anak, kognitif anak, dan pengetahuan emosional anak. Hari ini, kamu tidak lagi tergolong anak-anak, di usiamu yang ke-11 tahun ini sdh tergolong kategori remaja.  Itu berarti kami bersiap-siap  belajar tentang pola asuh anak usia remaja.

Tantangan pertama di hari pertama anak kami, A.Amanda, beranjak 11 tahun adalah “Apakah kado di usia ini adalah memberikanmu ponsel/HP?” setelah kurang lebih sepuluh hari yang lalu, kami selaku orang tua selalu beridskusi ttg hal ini krn masa ini adalah masa pembelajaran daring, membuat saya sebagai ibu yang juga bekerja merasa agak terganggu krn ponsel yang selama ini harus saya gunakan untuk mengajar online juga harus digunakan oleh anak-anak kami setiap hari, sebenarnya tidak terlalu masalah karena kami sdh memfasilitasi mereka dengan memberikannya laptop untuk belajar daring. Namun, masalahnya tidak sampai di situ, ternyata banyak hal yang mengumpan mereka untuk selalu melihat terus-menerus bahkan secara berkesinambungan bermain ponsel. Dalam sepuluh hari itu, kami mulai belajar tentang pola asuh tumbuh kembang anak usia sebelas tahun.

Akhirnya, kami memutuskan untuk tidak memberikan kado ponsel di usinya saat ini. Ungkapan permohonan maaf tetap kami layangkan dan alhmdulillah, A.Amanda, anak kami masih bisa menerima kenyataan itu. Hehehe kayak syahdu … syahdu begitu deeh .… Kami tidak memberikan ponsel di usia kesebeselas tahun ini, bukan karena harganya, tetapi karena dampak yang akan merajai anak saya saat ponsel sudah berada di genggamannya.

Di usia sebelas tahun ini adalah usia anak mulai masuk kategori remaja, usia yang membuat kami membuka konsep baru. Usia remaja seharusnya anak belajar tentang bagaimana memahami konsep dengan benar, mana yang nyata dan mana yang abstrak, bagaimana ia mampu peduli terhadap orang di sekelilingnya, bagaimana ia harus fokus dan berkonsenterasi melakukan pembelajaran yang sifatnya kognitif dan pembelajaran  karakter yang akan menjadi pedoman dan kebiasaan di masa depan. Di Usia ini juga perkembangan emosional anak harus bisa terkontrol dengan baik, harus mulai bertanggung jawab secara mandiri atas tugas-tugasnya dari sekolah maupun sedikit pekerjaan di rumah, serta bertanggung jawab kepada adik-adinya.  Sebagai orang tua, kami juga masih harus mengajarkan banyak kosakata penting, formal dan informalnya, sopan atau tidaknya, layak atau tidaknya itu dituturkan, dan yang tidak kalah penting adalah tetap memberikan kebebasan dalam bersosialisasi dengan teman-temannya. Intinya, kami sebagai orang tua, kami akan selalu ada untuk tumbuh kembang anak yang lbh baik. Tidak memberikan ponsel bukan berarti kita pelit atau tidak sayang, tetapi mari kita melihat dampak yang akan terjadi.

Terima kasih telah menyempatkan membaca tulisan ini, semua yang saya ungkapkan di atas tidak bisa digeneralisasikan kepada semua anak,analisis di atas hanya untuk anak saya, hehehe … ada anak yang harus diberikan ponsel di usia ini, ada yang diberi, ttpi ttp dalam pengawasan, dan ada yang blm karena masih ada ponsel ortunya yng masih bisa mereka gunakan. Intinya yang tahu anaknya adalah orang tuanya sendiri. Tetap semangat orang tua milenial.

Salam

A. Sahtiani Jahrir 

Pemerhati Bahasa Anak
Kontak Whatsapp: 089695341720

Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Sastra

Universitas Negeri Makassar 

 

Comments

Popular posts from this blog

MANTRA BUGIS MAKASSAR

MANTRA/  DOANGANG  ( doaG ) ANDI SAHTIANI JAHRIR Mantra sebenarnya lebih sesuai digolongkan ke dalam bentuk puisi bebas, yang tidak terlalu terikat pada aspek baris, rima dan jumlah kata dalam setiap baris. Dari segi bahasa, mantra biasanya menggunakan bahasa khusus yang sukar dipahami. Adakalanya, dukun atau pawang sendiri tidak memahami arti sebenarnya mantra yang hanya memahami kapan mantra tersebut dibaca dan apa tujuannya. Dari segi penggunaan, mantra sangat eksklusif, tidak boleh dituturkan sembarangan, karena bacaannya dianggap keramat dan tabu. Mantra biasanya diciptakan oleh seorang dukun atau pawang, kemudian diwariskan kepada anak keturunan, murid ataupun orang yang ia anggap akan menggantikan fungsinya sebagai dukun. Kemunculan dan penggunaan mantra ini dalam masyarakat Melayu, berkaitan dengan pola hidup mereka yang tradisional dan sangat dekat dengan alam.  Oleh sebab itu, semakin modern pola hidup masyarakat Melayu dan semakin jauh mereka dari alam, maka man

PAPPASENG TO UGI

PAPPASENG  BUGIS ( ppes) Pappaseng  berasal dari kata dasar paseng yang berarti  pesan  yang harus dipegang sebagai amanat, berisi nasehat, dan merupakan wasiat yang perlu diketahui dan diindahkan. Pappaseng dalam bahasa Bugis mempunyai makna yang sama dengan  wasiat  dalam bahasa Indonesia.  Pappaseng  dapat pula diartikan  pangaja’  yang bermakna nasihatyang berisi ajakan moral yang patut dituruti.  Dalam tulisan punagi (1983:1) dinyatakan bahwa pappaseng adalah wasiat orang tua kepada anak cucunya (orang banyak) yang harus selalu diingat sehingga amanatnya perlu dipatuhi dan dilaksanakan atas rasa tanggung jawab. Mattalitti (1980:5) juga mengemukakan bahwa  pappaseng  bermakna petunjuk-petunjuk dan nasihat dari nenek moyang orang bugis zaman dahulu untuk anak cucunya agar menjalani hidup dengan baik. Jadi,  pappaseng  adalah wasiat orang-orang tua dahulu kepada anak cucunya (generasi berikutnya) yang berisi petunjuk, nasihat, dan amanat yang harus dipatuhi dan dilaksanaka

MAKALAH LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN

BAB   I PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan pendidikan  manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak pendidik yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang mereka inginkan sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya, maka  setiap guru dituntut untuk memahami teori psikologi pendidikan  agar  potensi yang ada pada peserta didik dapat dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya.  Banyak para ahli yang memaparkan tentang perkembangan  peserta didik diantaranya Piaget, Carl R. Rogers, Kohnstam.  Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh tentang  pemahamannya dalam pendidikan perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, perlu memahami