Judul
: IbM PGSD Unismuh Makassar
A.
Analisis Situasi
Guru merupakan pendidik anak dalam
segala hal di sekolah. Guru dan metode mengajarnya adalah faktor terpenting
dalam keberhasilan belajar anak. Sikap dan kepribadian seorang guru serta ilmu
pengetahuan guru juga merupakan penentu hasil belajar yang akan dicapai oleh
siswa.
Dalam proses belajar, guru merupakan
pembimbing yang memberikan motivasi kepada siswa agar tercipta proses belajar
yang kondusif. Dengan demikian cara mengajar guru, harus efektif dan kondusif
dalam memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, baik dalam menggunakan
model, pendekatan, strategi, metode, teknik dan cara dalam proses belajar
mengajar.
Proses penerapan ilmu kepada anak
didik adalah bergantung pada guru, sulit atau mudahnya suatu mata pelajaran di
mata anak didik bergantung pada guru cara menjelaskan dan mengungkapkan ilmu
pengetahuan. Terkadang, ada guru yang hanya senang kepada siswa yang pintar dan
meremehkan siswa yang tidak mampu dalam proses belajar. Dalam situasi seperti
ini guru yang tidak berhasil dalam memotivasi siswa dalam meningkatkan proses
belajar. Hasil belajar yang diberikan dari setiap siswa pasti berbeda.
Hasil belajar yang diberikan oleh setiap siswa berbeda
karena setiap siswa merupakan individu yang unik, dikatakan unik karena mereka
tidak sama. Ada anak yang cepat mendapatkan respon dari guru, tetapi ada juga
anak yang lambat mendapatkan respon dari guru dalam proses belajar mengajar.
Mereka memiliki alur perkembangan keseimbangan kehidupan yang berbeda dalam
proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar terjadi interaksi yang kuat
antara guru-siswa, sisiwa-siswa. Namun, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang
lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang
dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Kesulitan yang dialami oleh anak
didik sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil belajar siswa. Kesulitan
belajar terdiri dari dua kata, yaitu “kesulitan” dan “belajar”. Mahmud dalam
Subini (2011: 12) menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan dalam diri
seseorang yang terjadi karena pengalaman. Sedangkan, kesulitan menurut Subini
(2011: 13) berarti kesukaran, kesusahan,
keadaan atau seuatu yang sulit. Kesulitan merupakan suatu kondisi yang memperlihatkan
siswa ciri-ciri hambatan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan sehingga
diperlukan usaha yang lebih baik untuk mengatasi gangguan tersebut.
Dalam Subini (2011: 12) kurikulum pendidikan menjelaskan
bahwa kesulitan belajar merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “Learning Disability” yang berarti
ketidakmampuan belajar. Definisi kesulitan belajar tersebut pertama kali
dikemukakan oleh salah satu lembaga internasional di Amerika Serikat bernama The United States offices of Education pada
tahun 1977.
Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah yang memiliki
gangguan satu atau lebih dari proses dasar yang mencakup pemahaman penggunaan
bahasa lisan atau tulisan, gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk
kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca,
menulis, mengeja atau menghitung.
Abdurrahman (2003) mengelompokkan dua jenis kesulitan
belajar yaitu, pertama kesulitan
dalam berbahasa yang mencakup mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Kedua, kesulitan belajar akademik.
Untuk itu guru sekolah dasar perlu dibekali suatu
keahlian dalam membimbing siswa di kelas. Pelatihan
ini diadakan untuk memberikan solusi bagi mahasiswa P2K PGSD Unismuh Makassar
yang mempunyai siswa yang kesulitan dalam belajar. Pelatihan ini membantu guru SD
dalam mengentaskan anak didiknya dari kesulitan belajar. Itulah sebabnya sehingga sangat tepat untuk dilaksanakan
”IbM pelatihan mendiagnostik kesulitan belajar berbahasa siswa kelas rendah bagi
Mahasiswa P2K PGSD Unismuh Makassar.
B.
Permasalahan
Mitra
Berbagai
masalah yang dijumpai dikalangan guru, salah satu masalah yang akan dipecahkan
yaitu:
Mahasiswa P2K PGSD Unismuh belum belum mampu
mendiagnostik dan menyelesaikan masalah kesulitan belajar siswa SD kelas rendah
dalam keterampilan berbahasa dengan baik, yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.
C.
Solusi
yang Ditawarkan
Kegiatan
IbM ini memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh mitra
yaitu memberikan pelatihan kepada mahasiswa yang sedang melakukan P2K di SD
se-kota Makassar tentang teknik mendiagnostik dan menyelesaikan masalah berbahasa
yang dihadapi siswa SD.
D.
Target
Luaran
Hasil
pelaksanaan pelatihan ini diharapkan memberikan manfaat kepada:
a.
Guru P2K PGSD Unismuh Makassar mampu
mendiagnostik kesulitan belajar berbahasa yang dihadapi oleh siswa SD;
b.
Guru P2K PGSD Unismuh Makassar
mampu menyelesaikan masalah berbahasa yang dialami oleh siswa SD;
c.
Peserta pelatihan akan kreatif
dan mudah dalam memahami proses belajar anak;
d.
Peserta akan mengimbaskan
kepada teman sejawatnya atau dapat menjadi nara sumber dan pembimbing dalam mendiagnostik
dan mengatasi kesulitan belajar berbahasa kepada guru yang lain.
E.
Kelayakan
PT
Penulis Andi SahtianiJahrir,S.Pd.,Mpd.,
merupakan dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Makassar
dalam bidang pengajaran bahasa Indonesia. Tugas penulis sehari-harinya adalah pengajar
mahasiswa jurusan bahasa Indonesia pada program studi Pendidikan Bahasa
Indonesia dan Sastra Indonesia.
Penulis juga telah melakukan penelitian
dan pengabdian dibidangya diantaranya yaitu pelatihan pengkajian puisi bagi
mahasiswa FKIP bahasa dan sastra Indonesia Unismuh Makassar tahun 2015.
Namun, pada kesempatan ini penulis
tertarik melakukan pelatihan mendiagnosa kesulitan belajar bagi mahasiswa PGSD
yang sedang melakukan P2K di sekolah.
Selain itu penulis juga saat ini sedang
mengampuh mata kuliah Keterampilan Menulis,
Evaluasi Pengajaran, Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia.
dan penelitian dalam bahasa dan pengajaran sastra.
Berdasarkan pengalaman penelitian dan
pendidikan yang dimiliki penulis, maka penulis yakin akan mengatasi
permasalahan yang ada pada kampus mitra.
Kegiatan
ini akan dilaksanakan selama 1 bulan. Adapun tahap-tahap pelaksanaan kegiatan
ini adalah sebagai berikut:
Hari
|
Tanggal
|
Waktu
|
Kegiatan
|
Materi
|
Jumat
|
01-06-2016
|
08.00—9.30
10.00—11.30
|
Ceramah
Ceramah/Tanya
jawab
|
Konsep dasar diagnostik
kesulitan belajar bahasa
Penjelasan kesulitan belajar
bahasa
|
Jumat
|
15-06-2016
|
08.00—9.30
10:00—11:30
|
Ceramah
Diskusi kelompok
|
Jenis-jenis kesulitan belajar
Pelaksanaan tes diagnostik kesulitan
belajar
|
Jumat
|
22-06-2016
|
08.00—9.30
10.00- 11.30
|
Ceramah
Pemberian Tugas
|
Pengajaran remidi bagi anak berkesulitan belajar
|
Jumat
|
29-06-2016
|
08.00 -9.30
10.00- 11.30
|
Ceramah
Tugas Kelompok/individu
|
Deteksi dini kesulitan belajar
Cara mengatasi anak
berkesulitan belajar
|
Pada
bagian ini, teori yang digunakan adalah teori-teori yang berkaitan dengan
diagnostik kesulitan belajar berbahasa.
1.
Hakikat
Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam dunia
pengajaran, diagnosis kesulitan belajar diartikan sebagai segala usaha yang
dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara
menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan)
maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang
seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan
diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama,
setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang
secara maksimal. Kedua; adanya
perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan
masing-masing siswa. Ketiga, sistem
pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju
sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat,
untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta
BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang
terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar
siswa.
Sehubungan upaya kegiatan diagnosis, secara garis besar
dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam. Pertama, diagnosis untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk
dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh. Kedua, diagnosis yang mengklasifikasi masalah merupakan
pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah yang digolongkan
kedalam masalah yang bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan,
keluarga dan kepribadian. Kesulitan belajar merupakan problem yang nyaris
dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam
suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
menggapai hasil belajar.
Menurut
pandangan Burton (Abin Syamsuddin. 2003) bahwa untuk mengidentifikasi siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa
dalam mencapai tujuan-tujuan belajar. Menurutnya, bahwa siswa dikatakan gagal
dalam belajar apabila :
1.
Dalam batas waktu tertentu yang
bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan
materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah
ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2.
Tidak dapat mengerjakan atau
mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan,
bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under
achiever.
3.
Tidak berhasil tingkat
penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi
kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow
learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi
pengulang (repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai
siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas
atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa
dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2)
kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandingkan
dengan potensi; dan (4) kepribadian.
Pelaksanaan Tes Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam
mengatasi kesulitan belajar siswa, seringkali pihak guru dan sekolah tidak
memperhatikan penggunaan tes diagnostik kesulitan belajar. Padahal melalui tes
itu akan dapat diketahui letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah
ditemukan, maka guru atau pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang
harus dilakukan guna menolong siswa tersebut.
Dalam
pelaksanaanya, tes diagnostik kesulitan belajar dilakukan melalui pengujian dan
studi bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan
karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan
belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni
masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek
pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan
tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana
tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera
apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing
harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul
gejala-gejala kesulitan belajar.
Agar
memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data
tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah
dan terarah. Langkah-Langkah Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian
Stanley, langkah-langkah mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.
Langkah-langkah diagnosis yang
meliputi aktifitas, berupa
a.
Identifikasi kasus
b.
Lokalisasi jenis dan sifat
kesulitan
c.
Menemukan faktor penyebab baik
secara internal maupun eksternal
2.
Langkah prognosis yaitu suatu
langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3.
Langkah Terapi yaitu langkah
untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam
rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain
pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran
dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
a.
Menandai siswa dalam satu kelas
atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik
bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
b.
Meneliti nilai ulangan yang
tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
c.
Menganalisis hasil ulangan
dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
d.
Melakukan observasi pada saat siswa dalam
kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha
mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list
e.
Mendapatkan kesan atau pendapat
dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
2.
Mengalokasikan letaknya
kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada
bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang
bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata
dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan
mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan
penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan
berpartisipasi dalam belajar.
3.
Melokalisasikan jenis faktor
dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
4.
Memperkirakan alternatif
pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat
mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
2.
Hakikat
Pelayanan Pengajaran Remidi Bagi Anak Berkesulitan Belajar
Hakikatnya
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terpola
untuk menciptakan suasana dan memberikan pelayanan agar anak didik belajar
secara efektif. Untuk menciptakan suasana/pelayanan hal yang esensial bagi
guru/pengajar adalah memahami bagaimana siswanya memperoleh pengetahuan dari
kegiatan belajarnya. Jika guru/pengajar dapat memahami proses perolehan
pengetahuan, maka ia dapat menentukan strategi pembelajaran yang tepat bagi
anak didiknya.
Dari berbagai hasil
penelitian atau percobaan, para ahli psikologi dapat menggambarkan bagaimana
proses tersebut berlangsung. Ahli psikologi behavior memandang bahwa proses
belajar terjadi melalui ikatan stimulus-respon, sedangkan psikologi gestalt
berpendapat proses pemerolehan pengetahuan didapat dengan memandang sensasi
secara keseluruhan sebagai suatu objek yang memiliki struktur atau pola-pola
tertentu, dan ahli psikologi konstruktivis berpendapat bahwa proses pemerolehan
pengetahuan adalah melalui penstrukturan kembali struktur kognitif yang telah
dimiliki agar bersesuaian dengan pengetahuan yang akan diperoleh sehingga
pengetahuan itu dapat diadaptasi.
Tulisan ini memaparkan tentang pelayanan
pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar. Pada dasarnya, pengajaran
remedial (remedial teaching)
merupakan konsep dasar dari belajar tuntas (mastery
learning).
Sebelum
penulis memaparkan lebih lanjut mengenai pengajaran remdial, terlebih dahulu,
aka dipaparkan mengenai belajar tuntas. Belajar tuntas berasumsi bahwa di dalam
kondisi yang tepat semua peserta didik mampu belajar dengan baik, dan
memperoleh hasil yang maksimal terhadap seluruh materi yang dipelajari. Agar
semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran
harus dilaksanakan dengan sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari
strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan
dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap
peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan
hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar
tertentu,dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan
belajar dituntut dari para peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada
tahap berikutnya. Evaluasi yang dilaksanakan setelah para peserta didik
menyelesaikan suatu kegiatan belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh
balikan (feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi
tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik. Hasil
evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik
perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik
dapat mencapai tujuan ,dan menguasai bahan belajar secara maksimal (belajar
tuntas).
Strategi
belajar tuntas dapat dibedakan dari pengajaran non belajar tuntas dalam hal
berikut : (1) pelaksanaan tes secara teratur untuk memperoleh balikan terhadap
bahan yang diajarkan sebagai alat untuk mendiagnosa kemajuan (diagnostic
progress test); (2) peserta didik baru dapat melangkah pada pelajaran
berikutnya setelah ia benar-benar menguasai bahan pelajaran sebelumnya sesuai
dengan patokan yang ditentukan; dan (3) pelayanan bimbingan dan konseling
terhadap peserta didik yang gagal mencapai taraf penguasaan penuh, melalui
pengajaran remedial (pengajaran korektif).
Strategi
belajar tuntas dikembangkan oleh Bloom, meliputi tiga bagian, yaitu: (1)
mengidentifikasi pra-kondisi; (2) mengembangkan prosedur operasional dan hasil
belajar; dan (3c) implementasi dalam pembelajaran klasikal dengan memberikan
“bumbu” untuk menyesuaikan dengan kemampuan individual, yang meliputi : (1) corrective
technique yaitu semacam pengajaran remedial, yang dilakukan memberikan
pengajaran terhadap tujuan yang gagal dicapai peserta didik, dengan prosedur
dan metode yang berbeda dari sebelumnya; dan (2) memberikan tambahan waktu
kepada peserta didik yang membutuhkan (sebelum menguasai bahan secara tuntas).
Berdasarkan
pemaparan yang dikemukakan di atas, maka pada hakikatnya konsep pengajaran
remedial juga bertolak dari belajar tuntas tersebut. Dalam hal ini, pengajaran
remedial pada hakikatnya merupakan kewajiban bagi semua guru untuk memberikan
pelayanan bagi anak yang berkesulitan belajar. Sebelum pengajaran remedial
dilaksanakan secara lebih lanjut, maka seharusnya guru lebih dulu melakukan tes
diagnotisk kesulitan belajar anak lalu menentukan jenis strategi yang cocok
digunakan dalam pengajaran remedial tersebut.
Menurut
Abdurrahman, untuk menentukan proses diagnostic kesulitan belajar anak
tersebut, ada tujuh langkah-langkah yang harus dilalui.
Pertama, identifikasi.
Sebelum pengajaran remedial dilaksanakan, pihak sekolah perlu melakukan
identifikasi terlebih dahulu melalui beberapa cara, diantaranya adalah
memperhatikan laporan guru kelas, melihat hasil tes potensi dan tes prestasi
yang pernah dilakukannya, atau melalui instrument informal. Cara ini akan
membantu pihak sekolah atau guru dalam mengklasifikasi siswanya yang tergolong
dalam jenis kesulitan belajarnya sehingga proses pelayanan pun disesuaikan
dengan kategori kesulitannya.
Kedua, menentukan prioritas.
Ada tiga kategori anak kesulitan belajar, yaitu ringTan, sedang, dan berat.
Jika pihak sekolah memungkinkan untuk memberikan pelayanan secara maksmal
terhadap ketiga kategori tersebut, maka tentu saja hal tersebut sangat membantu
si anak. Namun, jika penyediaan pelayanan terhambat pada tersedianya guru
remedial yang minim, maka sebaiknya kategori yang paling beratlah yang lebih
utama diprioritaskan untuk pelayanan pengajaran remedial tersebut.
Ketiga, menentukan potensi.
Untuk mengetahui potensi anak dapat dilakukan dengan melakukan tes potensi,
yang biasanya berupa tes intelegensi. Hasil tes intelegensi itulah yang akan
menentukan apakah anak tersebut tunagrahita, lamban belajar, dan normal.
Selanjutnya, pihak penyelenggara program remedial dapat menyesuaikan dengan
potensi yang dimiliki anak tersebut.
Keempat, menentukan penguasaan
bidang studi yang perlu diremediasi. Seorang anak yang memiliki prestasi
belajar seimbang dengan kemampuan intelegensinya, maka tidaklah termasuk anak
berkesulitan belajar. Namun, jika anak tersebut memiliki prestasi belajar jauh
dibawah kapasitas intelegensinya, maka anak itu digolongkan berkesulitan
belajar.
Kelima, Menentukan Gejala
Kesulitan. Pada tahap ini, upaya pengamatan dan melihat perkembangan cara
anak belajar terhadap suatu bidang studi akan memberikan informasi mengenai
gejala kesulitan belajar anak yang sesungguhnya.
Keenam, Analisis Berbagai
Factor Yang Terkait. Pada tahap ini, pelaksanaan diagnosis cukup kompleks,
sebab, seorang guru remedial harus memiliki lingkup ilmu multidisipliner yakni
psikologi, medis, konseling, dan social.
Ketujuh, Menyusun Rekomendasi
Untuk Pengajaran Remedial. Setelah melakukan berbagai langkah-langkah di
atas, maka tahap terakhir adalah menyusun rekomendasi bagi pelaksanaan program
pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar. Tentu saja, semua ini
dilandasi dari hasil diagnosis yang sudah diperolehnya. Selanjutnya,
rekomendasi tersebut dibuat dalam program pendidikan yang diinvidualkan sesuai
dengan karakteristik dan kategori kesulitan belajar anak tersebut. Dalam hal
ini, akan terlibat tim penilai program pendidikan individu yang terdiri atas,
guru remedial, guru regular, dokter, konselor, pekerja social, kepala sekolah,
orang tua.
3.
Pelayanan Program Pendidikan Individual
Seperti dikemukakan sebelumnya bahwa setelah pelayanan pengajaran
remedial dilakukan, hendaknya ada tim penilai yang menilai kelayakan belajar
anak berkesulitan belajar melalui Tim Penilai Program Pendidikan Individual
(TP3I). Program pendidikan individual diperuntukkan bagi anak yang berkesulitan
belajar. Hal ini bertujuan untuk menjamin bahwa kebutuhan-kebutuhan khusus yang
dimiliki anak berkesulitan belajar dapat terpenuhi setelah mengkomunikasikannya
dengan pihak tertentu dalam bentuk suatu program yang tertulis. Dalam hal ini,pihak
berkepentingan terhadap PPI yang dimaksudkan adalah guru remedial, guru
regular, dokter atau psikolog, kepala sekolah, orang tua, dan anak jika mau.
Kesemuanya tergabung dalam satu tim penilai. Kehadiran Tim penilai ini
diharapkan dapat menemukan berbagai kelemahan anak sehingga bisa melakukan
assesmen sesuai dengan karakterisktik kesulitan belajar anak tersebut.
Dalam merancang Program Pendidikan
individual,diperlukan perumusan tujuan pembelajaran yang spesifik, tepat dan
kuantitatif. Seperti yang dikemukakan oleh Kitano dan Kirby (1986) bahwa ada
lima langkah utama yang bisa digunakan, yakni:
1)
Membentuk Tim penilai yang
terdiri atas guru, dokter atau psikolog, kepala sekolah, orang tua dan anak
jika memungkinkan.
2)
Menilai kebutuhan anak yang
diperoleh dari hasil tes formal dan pengamatan informal, hasil survey minat dan
kebutuhan anak, hasil wawancara dan kuesioner orang tua anak, dan hasil survey
dari guru terkait, kepala sekolah dan konselor anak.
3)
Mengembangkan tujuan jangka
panjang dan tujuan jangka pendek yang spesifik, tepat, dan kuantitatif sehingga
akan memudahkan guru dalam melakukan evaluasi keberhasilan belajar anak secara
lebih tepat.
4)
Merancang metode dan prosedur
pembelajaran.
5)
Menentukan evaluasi kemajuan
anak melalui metode metode evaluasi yang diterapkan diantaranya, tes tertulis
dan lisan, catatan observasi anak, review yang dilakukan sesame anak
berdasarkan standard yang ditetapkan, penilaian sendiri, dan evaluasi bersama
oleh anak dan guru.
Pembelajaran sepatutnya dilakukan secara berkala dengan menyesuaikan
kebutuhan-kebutuhan anak berkesulitan belajar. Oleh karena itu, seorang guru
atau tim penilai lainnya hendaknya senantiasa memperbarui PPI secara terus
menerus dan menunjukkan keberhasilan pelaksanaan tujuan-tujuan khusus yang
termuat di dalamnya. Hal ini bertujuan menyelaraskan kebutuhan anak dengan
program pendidikan yang dilaluinya dala kurun waktu tertentu. Berikut ini
format PPI yang diadaptasi dari Abdurrahman (2003).
Gambar 1
Format PPI
PROGRAM PENDIDIKAN INDIVIDUAL
Nama Murid : …………… Nama Orang Tua :
………………..
Tempat/tgl.Lahir
: …………… Alamat :
………………..
Sekolah : …………… Kelas :
…………………
Telepon : ………… Tanggal dimulai : ……………………
1.
Informasi dari orang tua :
…………………………………………………………………………………
Komentar dan
Rekomendasi :
…………………………………………………………………………………
2.
Informasi dari Tim (TP3I)
…………………………………………………………………………………
Komentar dan Rekomendasi :
…………………………………………………………………………………
3.
Penampilan Akademik &
Perilaku Sosial Anak Pada Awal Program
a.
Akademik :
………………………………………………………………………………
b.
Perilaku social
……………………………………………………………………………
4.
Tim Penilai Program Pendidikan
Individual (TP3I)
Nama
|
Jabatan
|
Tandatangan
|
Tanggal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
Garis-Garis Besar Program
Pendidikan Individual (GBPPI)
Tujuan Umum
|
Tujuan
Pembelajaran Khusus
|
Aktivitas
Pembelajaran Evaluasi
|
Tanggal
|
Diselesaikan
|
|
|
|
|
|
…………..,…………, 200……
Guru
Kelas/Reguler
(………………….)
4.
Hasil
Penyuluhan/hasil pelatihan
Kelemahan perceptual
dan preseptual-motorlk sebenarnya merujuk kepada masalah "yang sama,
persepsi dapat diidentifikasi tanpa mengaitkan dengan aspek motorik. persepsi
itu sendiri membedakan stimulus sensoris, yang pada gilirannya harus, diorganis
ke dalam pola-pola. Ada tiga jenis
gangguan belajar yang mungkin dialami dan diderita anak, yaitu menyangkut
kemampuan membaca (disleksia), kemampuan
berhitung (diskalkulia) dan menulis (disgrafia).
Kegiatan pelaksanaan pelatihan yang berlangsung selama
empat bulan di jurusan PGSD FKIP
Unismuh Makassar sebanyak 35 peserta maka diuraikan berikut hasil pelaksanaan kegiatan
tersebut.
Penyajian materi pelatihan telah selesai berdasarkan
jadwal yang telah direncanakan. Pelaksanaan kegiatan ini dikategorikan cukup
karena: (1) Pemateri datang sesuai dengan target; (2) pemateri aktif dalam pelatihan tersebut, baik dalam bentuk
ceramah, melakukan tanya jawab diskusi maupun menyelesaikan tugas praktik yang
telah diberikan dengan baik.
Kegiatan pelatihan ini mencerminkan bahwa mahasiswa
jurusan pendidikan guru sekolah dasar
yang telah mengikuti pelatihan diagnostik kesulitan belajar, dianggap memadai. Hal ini terbukti dari hasil kegiatan praktik
mendiagnostik murid SD di sekolah P2K masing-masing yang diberikan rata-rata mampu mengetahui murid yang mengalami kesulitan belajar
dan yang tidak. Setelah mahasiswa mengetahui yang telah mengalami kesulitan
belajar dari hasil mendiagnostik murid sekolah dasar, mahasiswa pendidikan
sekolah dasar mampu memberikan arahan dan solusi kepada murid sekolah dasar
tersebut berdasarkan kesulitan yang mereka alami.
Pada tahap awal pengenalan materi penelitian kepada mahasiswa
(mitra) terkesan bahwa mereka sangat antusias dan termotivasi untuk mengetahui
lebih dalam lagi mengenai cara
mendianostik kesulitan berbahasa murid.
Hal ini memberikan indikasi bahwa mereka dapat mengikuti pelatihan dengan baik.
Awal pembahasan materi pelatihan dimulai dengan membahas, dan jenis-jenis
pendekatan. Adapun pertemuan selanjutnya yaitu membahas tentang masalah
pendekatan yang digunakan dalam diagnostik
kesulitan belajar yang tentunya
dihubungkan dengan minat dan latar belakang mahasiswa yaitu pendidikan guru
sekolah dasar terhadap pelajaran Bahasa Indonesia. Pembahasan yang pertama
adalah hakikat diagnostik kesulitan belajar, pengertian kesulitan belajar bahasa, jenis kesulitan belajar bahasa, dan cara mengatasi kesulitan
belajar bahasa pada muris sekolah
dasar. Selanjutnya peserta dilatih untuk bagaimana cara melaksanakan tes diagnostik secara bertahap, menemukan jenis kesulitan belajar murid sekolah dasar, dan bagaimana
cara mengatasi masalah kesulitan belajar setelah murid diagnostik mengalami
kesulitan belajar. Selama interaksi
pelajaran, mahasiswa berdiskusi membahas tugas yang diberikan. Tugas lain yang
mereka peroleh adalah meringkas materi yang diajarkan dari buku-buku diagnostik kesulitan belajar bahasa.
Pada pertemuan tersebut terlihat peserta seringkali
menanyakan cara mendiagnostik
kesulitan belajar dan cara mengatasi atau memberikan solusi kepada murid yang
mengalami kesulitan dalam belajar. Minggu
keempat sampai minggu ke-8 adalah pertemuan terakhir
untuk materi serta tanya jawab. pertemuan kesepuluh dan kesebelas tidak
diadakan karena mahasiswa yang sedang melakukan P2K diberikan tugas untuk
mendiagnostik murid tempat mereka melaksanakan P2K. Pertemuan keduabelas adalah
diberikan waktu untuk mempresentasikan hasil mendiagnostik murid sekolah dasar
dan memberikan solusi terhadap murid yang mengalami kesulitan dalam belajar.
Pelatihan ini bagi mereka sangat bermanfaat karena mereka
memeroleh pengetahuan tambahan mengenai
cara mendiagnostik serta menemukan solusi bagi murid yang mengalami kesulitan
belajar. Oleh karena itu pelatihan
semacam ini dapat lebih digalakkan lagi pada masa-masa yang akan datang.
Pelaksanaan
materi pelatihan pada mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia berlangsung
dalam beberapa bentuk. Pemberian ceramah dilaksanakan pada awal pertemuan sampai pada pertemuan kesepuluh. Pada
pertemuan selanjutnya dilaksanakan menanyakan
hal-hal yang belum jelas seputar
mendiagnostik kesulitan belajar siswa.
Pertemuan selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk ceramah dan tatap muka serta
pemberian tugas kelompok kelas untuk membahas materi yang sedang diajarkan.
Untuk lebih memudahkan peserta memahami materi pelatihan maka mereka
mendapatkan modul yang sengaja diberikan kepada peserta pelatihan. Pada pertemuan ke sepuluh mitra diberikan kesempatan untuk melakukan praktik cara mendiagnostik murid disekolah
tempat mereka melakukan P2K. Pertemuan keduabelas atau pertemuan terakhir
mahasiswa diberikan kesempatan untuk mempresentasikan hasil tes diagnostik yang
telah mereka lakukan di sekolah tempat mereka melaksanakan P2K, setelah itu
mahasiswa diberikan kesempatan untuk memaparkan solusi yang mereka berikan
kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
5.
Kesimpulan dan Saran
Pelaksanaan kegiatan
pengabdian masyarakat, disimpulkan sebagai berikut:
1.
Kegiatan
pengabdian masyarakat tersebut dikategorikan sangat baik
2.
Pesuluh
aktif mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik.
3.
Kemampuan
mahasiswa dalam belajar, memahami, menerapkan, dan mencari solusi dalam
menangani murid yang sedang kesulitan dan belajar dianggap sangat
cukup.
4.
Pemateri
pelatihan menyadari tentang kurangnya
pengetahuan mengenai mahasiswa terhadap
cara mengetahui sejauhmana cara menegetahui dan mendiagnostik serta mengatasi
anak yang mengalami kesulitan belajar bahasa.
5.
Kegiatan
PPM ini dapat membangkitkan motivasi pemateri dalam rangka mengajarkan materi diagnostik kesulitan belajar bagi mahasiswa yang
akan melaksanakan P2K kepada mahasiswa.
Disarankan kepada pemateri agar
pengetahuan yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk mendiagnostik kesulitan belajar bahasa disebarluaskan kepada mahasiswa yang lain yang belum
banyak mengetahui cara mendiagnostik
kesulitan belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan;
Ahmadi, Abu, dkk. 2004. Psikologi
Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Amrin. 2008. “Diagnosis Kesulitan Belajar Dan Pengajaran Remedial Dalam
Pendidikan IPA”.
Diakses
pada: http://bugishq.blogspot.com/2008/07/diagnosis-kesulitan-belajar-dan.html. Pada Kamis, 17 Juli 2008. Makassar
Andhiena, 2005. “Beberapa Jenis Kesulitan Belajar”.
Diakses pada: http://andhiena.tblog.com/post/1969714487. Pada 17 Maret 2005. Bandung.
APA Style
Citation: Londrie, K. .2006. History of
ADHD. Diakses 8 Desember 2009, dari http://ezinearticles.com/?History-of-ADHD&id=217254
APA:
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
4th ed. Washington, DC: American
Psychiatric Association Press; 1994: 78-85.
Chicago Style
Citation: Chicago
Style Citation: Londrie, Keith "History of
ADHD." History of ADHD EzineArticles.com. http://ezinearticles.com/?History-of-ADHD&id=217254
Budiyono, 1999. “Pengembangan
Model Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar”.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret : Jakarta
Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
E-dukasi.net, pustekkom 2006. “Mengatasi Kesulitan Belajar Pada Anak”.
Diakses pada: http://www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php?ppid=314&fname=
semua.html. Pada Juli 2008.
Fadjar Shadiq. 2007. “Diagnosa Kesulitan Belajar
Siswa”. Diakses pada: http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/aa-litansiswa_wartaguru_.pdf.
Farida. Ariani. 2006. Keterampilan Menyimak. Depdiknas Ditjen PMPTK PPG Bahasa
Feldmen, William. Penerjemah
Sudarmaji. 2002. Mengatasi Gangguan Belajar Pada Anak. Jakarta Prestasi Putra.
Hasnah. 2008. “Hakikat Kesulitan Belajar”. Diakses pada:http://hasanroch.
wordpress.com/2008/09/08/hakikat-kesulitan-belajar/. Pada 8 September 2008.
Helex Wirawan, 2009. “Mengatasi
Kesulitan Belajar Pada Anak”. Diakses pada: http://www.iapw.info/home/index.php?option=com_content&view=article&id=141:mengatasi-kesulitan-belajar-pada-anak&catid=32:ragam&Itemid=45. Pada 23 Februari 2009.
IMH.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder.
NIMH Public Inquiries Bethesda, U.S.A
dapat dilihat di:
http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfm diakses pada: 9 Desember 2009
Jamaris, Martini.
2005. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-kanak. Program
PAUD PPS UNJ. Jakarta
Mallary. 1992. “Mengubah Perilaku Siswa”. Gunung Mulia:
Jakarta
Oemar, Hamalik. 1983. Metode Belajar
dan Kesulitan Belajar. Jakarta : IKIP.
Supriatna Agus. 2008. Ilmu Pendidikan Tentang Menyimak. http://mekalahkumakalahmu.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 25 Juli 2009
Tarigan, Djago.
1984. Menyimak Sebagai Suatu Aspek
Keterampilan Berbahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ditjen
Dikdasmen. PPPG Bahasa
Tarigan, Djago dan
Henry. 1987. Teknik Pengajaran
Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Ur. Penny.
1984. Teaching Listening Comprehension.
Cambridge. University Press
Wijaya,
Cece. 1999. Pendidikan Remedial. Cet. II.
Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Wood, Derek et al. Penerjemah
Taniputra.2005. Kiat Mengatasi Gangguan
Belajar. Yogyakarta: Kata Hati.
Lampiran 1.
CURRICULUM
VITAE
Nama Lengkap dan Gelar : Andi Sahtiani
jahrir,S. Pd., M.Pd.
NIDN :
0927028401
Pangkat/Golongan : Asisten
ahli/
IIIb
Jabatan
Fungsional : Staf Pengajar FKIP UIM
Fakultas/Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Alamat
Kantor : Jl. Perintis Kemerdekaan No.9
KM. 9
Alamat : Jln. Muhajirin 2 No.1a Malengkeri
Bidang Keahlian :
Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Hasil
penyuluhan:
No
|
Judul yang
relevan
|
Tahun/Sumber
Dana
|
1
|
Pelatihan
Pengkajian Puisi bagi Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP
UNismuh makassar
|
2015
|
Makassar,
23 Mei 2016
Ketua
Tim Pengusul,
Andi
Sahtiani Jahrir, S.Pd., M.Pd. NIDN
0927028401
Lampiran 2.
GAMBARAN
IPTEKS YANG AKAN DITRANSFER KEPADA MITRA
Lampiran
3. Denah lokasi Mitra
Lampiran
4.
F.
Biaya Pekerjaan
2. Bahan
dan Materi Pelatihan Rp. 70.000
a.
Kertas HVS Kwarto 2 rim Rp. 70.000
b.
Kertas HVS folio bergaris 2 rim Rp. 50.000
c.
Tinta printer 2 buah Rp 100.000
d.
2 FD Rp. 20.000
e.
Block Note 3 buah Rp. 40.000
f.
Spidol 1 lusin Rp. 50.000
g.
Fotokopi materi Rp. 200.000
Rp1.000.000
3. Transportasi
dan Konsumsi
a.
Transpor 6 X Rp. 100.000 Rp. 600.000
b.
Konsumsi Rp. 400.000
4. Honor
2 X 1.000.000 Rp. 2.000.000
5. Penyusunan/Penggandaan
Laporan
a.
Penyusunan laporan Rp. 400.000
b.
Penggandaan laporan Rp. 500.000
c.
Penjilidan Rp. 100.000
Rp. 1.000.000
Rekapitulasi
:
1. Bahan dan materi pelatihan Rp. 1.000.000
2. Transportasi dan konsumsi Rp. 1.000.000
3. Honor Rp. 2.000.000
4.
Penyusunan/Penggandaan laporan Rp. 1.000.000
Rp 5.000.000
Comments
Post a Comment