Skip to main content

Makalah ANALISIS KESALAHAN WACANA

Makalah
Analisis Kesalahan Wacana

E:\musik\Document\logo-uim - Copy.jpg
Disusun
Oleh :
Kelompok 5
Lindayani
St. Rahmayanti
Muh. Rifai Taha

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR
2017


KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan atas ke hadirat Tuhan  yang Mahakuasa  karena  makalah “Analisis Kesalahan Wacana” telah rampung dan bisa digunakan dalam kegiatan  perkuliahan ataupun keperluan penulisan referensi terkaait.
Kami sebagi  penulis  menyampaikan terima  kasih yang sebesar-besarnya kepada  Andi Sahtiani Jahrir, S.Pd., M.Pd. selaku pembimbing dalam mata kuliah "Analisis Kesalahan Berbahasa" dan kepada pembaca  atas  memilih  dan membaca  makalah  yang akan  memberikan informasi sesuai  kebutuhan pembeca serta  memfasilitasi proses  belajar dan pembelajaran yang efektif dan kontekstual untuk terus mengembangkan kemahiran dalam analisis kesalahan wacana.



                                                                        Makassar, 21 November 2017

                                                                                                penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan.................................................................................................... 1
a.          Latar Belakang................................................................................................ 1
b.         Rumusan Masalah........................................................................................... 1
c.          Tujuan............................................................................................................ 1
Bab II Pembahasan.................................................................................................... 2
A.       Pengertian Wacana....................................................................................... 2
B.       Aspek-aspek Wacana..................................................................................... 7
1.         Aspek Semantik........................................................................................ 7
2.         Aspek Gramatikal...................................................................................... 7
C.       Satuan-satuan wacana.................................................................................... 10
Bab III Penutup.......................................................................................................... 11
A.   Simpulan......................................................................................................... 11
B.   Saran............................................................................................................... 11
Daftar Pustaka........................................................................................................... 12






BAB 1
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Wacana merupakan satuan gramatik tertinggi. Sebagian satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang dapat dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana dapat meliputi kohesi dan koherensi.   Banyak orang menduga bahwa satuan bahasa yang terlengkap adalah kalimat. Dugaan itu tentu tidak benar sebab sebuah kalimat bagaimanapun bentuknya pasti menjadi bagian dari sebuah wacana, baik wacana lisan maupun wacana tertulis. Sebuah wacana merupakan suatu gambaran yang utuh atau hasil kemampuan seseorang dalam menyusun idenya ke dalam bahasa.
                               
1.2. Rumusan Masalah
     1. apa yang dimaksud dengan Wacana?
     2. Bagaimana kesalahan berbahasa pada kesalahan wacana?
     3. jelaskan aspek-aspek wacana?
     4. jelaskan satuan di dalam wacana?

1.3. Tujuan
     1. Untuk menjelaskan kesalahan wacana.
     2. untuk mengetahui kesalahan berbahasa pada wacana.






BAB 2
PEMBAHASAN
A.       pengertian Wacana

          Banyak orang menduga bahwa satuan bahasa yang terlengkap adalah kalimat. Dugaan itu tentu tidak benar sebab sebuah kalimat bagaimanapun bentuknya pasti menjadi bagian dari sebuah wacana, baik wacana lisan maupun wacana tertulis. Sebuah wacana merupakan suatu gambaran yang utuh atau hasil kemampuan seseorang dalam menyusun idenya ke dalam bahasa. Perhatikan tulisan berikut ini.
(1)      a. “Kekerapan pemakaian kata hamper tidak dapat diramalkan karena hal itu amat
bergantung pada perkembangkan kebutuhan dan cita rasa masyarakat pemakaianya. Bisa
jadi sebuah kata yang dulu kerap digunakan, kini hamper tak terdengar lagi, dan pada
masa akan datang mungkin akan kembali kerap terdengar atau sama sekali hilang dari
pemakaian’.
(2)      b. “ Perubahan orientasi dari budaya lisan ke budaya tulis hampir tidak terelekkan pada
     masa sekarang. Bahasa Indonesia tidak boleh kehilangan identitasnya sebagai bahasa
bangsa. Orientasi itu dapat menimbulkan kontak dalam bahasa tulis. Jadi, cirri-ciri khas bahasa Indonesia tetap harus dipertahankan. Akibatnya, ragam bahasa tulis akan banyak diwarnai oleh kontak dalam ragam itu”.
Pada ahli bahasa, bahkan para pemakai bahasa tahu bahwa contoh (1a) itu merupakan sebuah wacana yang utuh karena adanya kesinambungan informasi kalimat-kalimat di dalamnya sehingga membentuk sebuah informasi yang utuh. Hal itu pada anak kalimat pada kalimat pertama telah menghubungkan klausa itu dengan klausa pertama karena hal itu mengacu pada kekerapan pemakaian kata yang terdapat pada klausa pertama, yakni sebuah kata dulu kerap dipakai, kini hampir tak terdengar, dan nanti kembali terdengar atau sama sekali hilang dari pemakaian.

Dapat dipastikan bahwa contoh (1b) bukan sebuah wacana karena kalimat-kalimat di dalamnya tidak menunjukkan keberpautan bahasa ataupun kesinambungkan informasi. Setiap kalimat pembentuknya terdiri sendiri, tidak memiliki hubungan semantik di antara proposisi pada kalimat lain yang ada di dalam kumpulan kalimat itu. Dengan demikian, lebih tepat jika contoh itu hanya disebut kumpulan kalimat..  Lihat contoh lain berikut ini yang diambilkan dari kalimat bagian  “penutup” sebuah teks undang-undang yang biasanya dituliskan seperti berikut.
(1)  Memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan menempatkannya dalam lembaran Negara Republik Indonesia agar setiap orang mengetahuinya. Kalimat itu sepeti sebuah kalimat lepas dan sepeti kalimat tidak bersubjek. Padahal kalimat itu menjadi bagian dari sebuah teks yang utuh, yaitu
(2)  Presiden Republik Indonesia memerintahkan menempatkannya dalam lembaran   Negara     Republik Indonesia agar setiap orang mengetahuinya.
        Keutuhan itu seperti juga terlihat pada bagian konsiderans berikut.
      (3) Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sudah.
              Ketiga bagian kalimat yang dimulai dengan kata dengan kata bahwa itu tampak seperti tuturan yang tidak saling berkaitan. Padahal, jika dikaitakan dengan tempat kalimat itu berada, kita akan tahu bahwa kalimat itu tidak lepas dari konteksnya. Kalimat itu merupakan bagian dari sebuah wacana yang utuh karena di bagian atas konsiderans itu terdapat subjek kalimat itu, misalnya presiden Republik Indonesia, Jadi, bentuk utuh wacana itu seperti berikut.
(4) Presiden Republik Indonesia menimbang
a.          bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat.
b.         bahwa Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang sudah tidak sesuai lagi dengan
         Susunan itu dapat juga diubah menjadi
(5). Presiden Republik Indonesia menimbang bahwa
a.          pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat.
b.         Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang…sudah tidak sesuai lagi dengan….
         Akan tetapi ubahan itu menjadi perincian biasa dan tidak digunakan pada bahasa di   
         bidang perundang-undangan.

B.       Aspek –aspek Wacana
Wacana memiliki aspek semantik dan aspek garamatikal. Berikutini uraian atas kedua aspek tersebut.
1.         Aspek semantik
      Aspek semantik wacana terbagi atas dua yaitu:
(a) hubungan semantik antara bagian-bagian wacana, dan
(b) kesatuan latar belakang semantik wacana.

a.          Hubungan semantik antar bagian-bagian wacana
Hubungan semantis antarbagian wacana ditandai oleh hubungan antara proposisi dan proposisi dari bagian-bagian wacana itu. Hubungan itu terbagi atas hubungan sebab atau hubungan alasan, hubungan sarana-hasil, dan hubungan sarana-tujuan. Lihat uraian berikut. Hubungan sebab (hubungan alasan) dapat dilihat pada contoh berikut.
            (a) Musim kemarau tahun ini amat panjang.
(b) Di mana-mana terjadi kekeringan.
(c). Tanah-tanah sawah rekah kepanasan.
(d) Petani mengeluh karena tidak ada air.
(e) Musim tanam terlambat.
(f) Panen pun menjadi tidak menentu karena pohon pada mati kekeringan.

Kalimat (a), yakni Musim kemarau tahun ini amat panjang, pada contoh di atas merupakan sebab atau alasan mengapa semua informasi yang terdapat pada kalimat (b) sampai dengan kalimat (f) itu terjadi.

b.         Kesatuan latar belakang semantik wacan
Kesatuan latar belakang semantik wacana ditandai oleh kesatuan topic, hubungan di antara peserta tuturan, dan media yang digunakan.
1)         Kesatuan topik
         Perhatikan contoh berikut.
 ” Dijual segera, butuh uang tunai. Sebuah rumah tua, luas tanah 1.500 meter persegi, luas bangunan 200 meter persegi. Peminat serius harap hubungi kami. Kami tidak melayani perantara”
         
Topik wacana iklan ini adalah dijual segera karena butuh uang tunai. Sebagai iklan, kalimat wacana itu terasa pendek-pendek, kurang lengkap, tegas, dan tanpa basa-basi. Semua kalimat itu menunjang tema sehingga menunjukkan satu tema yang utuh.

2)         Hubungan di antara peserta tuturan dapat disimak lewat dialog berikut.
          (Ketika telepon bordering di rumahnya, seorang anak berkata kepada ibunya):
          Anak   :  Ada telepon untuk Mama
   Ibu      : Mama di dapur. Tanggung nanti masakan gosong. Coba kamu terima sebentar.
   (Ketika telepon berdering di rumahnya, seorang ibu berkata kepada anaknya):
Ibu       : Ada telepon untuk kamu , An.
Anna    : Ma, tolong terima sebentar. Aku lagi mandi.
   
          Perhatikan bahwa ibu menggunakan kata ganti kamu kepada anaknya ketika minta tolong untuk menerima telepon. Penggunaan kata ganti itu karena adanya hubungan ibu-anak, tetapi anak menggunakan kata sapaan mama (bukan kamu) kepada ibunya. Anak tidak menggunakan kamu kepada ibunya karena terkendala oleh hubungan anak-ibu

2.              Aspek Gramatikal
     Keutuhan sebuah wacana dinyatakan dengan berbagai alat gramatikal berikut
1.         Konjungsi
Di dalam bahasa Indonesia, konjungsi dapat menyambung kata dengan kata, frasa dengan frasa, kalusa dengan klausa, kalimat dengan kalimat. Lihat contoh berikut
a. 1. Sepeda dan becak
         2. Saya  atau kamu



          b. 1 Uang sekolah dan uang gedung.
            2. Anak nakal dan kurang berpendidikan.
           c. 1. Sopir itu memberhentikan mobilnya, lalu menemui polisi yang tadi menyetopnya.
          2. Saya tidak bisa masuk kerja karena (saya) sakit.

2. Elipsis
Ellipsis menandai adanya bagian yang dilesapkan. Biasanya apa yang dilesapkan pada salah satu bagian merupakan ulangan dari bagian yang lain. Perhatian contoh berikut ini.
·             Berdasarkan peraturan semua siswa di sekolah ini harus datang paling lambat pukul 07.15. kemudian , (berdasarkan peraturan) pelajaran harus dimulai pukul 07.30 tepat.

3. Paralelisme
Paralelisme atau kesejajaran bentuk dalam wacana mengikuti pola di antara bagian di dalam wacana itu. Perhatikan contoh berikut.
·             Ayah seorang petani yang suka bekerja keras dan sangat rajin. Hasil panennya selalu berlimpah. Pamanku juga (seorang petani yang suka bekerja keras dan sangat rajin. Hasil panennya selalu berlimpah.)

       4. Penggantian (Substitusi)
           Penggantian atau substitusi dapat bersifat anaforis dan kataforis.
a.      Penggantian Anaforis
                Penggantian ini selalu menggunakan kata ganti persona ketiga, seperti
·         Kami pergi berjalan-jalan ke kota bersama sebagian penduduk desa kami. Mereka banyak yang memang sama sekali belum pernah melihat keramaian kota. Oleh karena itu, mereka tampak sangat bergembira.
Kata mereka pada contoh itu  menggantikan sebagian penduduk desa kami. Penggantian anaforis dapat juga menggunakan beliau, ia dia, dan –nya, sepeti
·         Murid-murid ingin menjengkuk pak Didi, salah seorang guru kami, yang sedang sakit . Menurut keterangan dokter, beliau menderita sakit dengan suhu badan yang amat tinggi.
·    Tia merengek-rengek minta dibelikan buku cerita yang baru. Dia minta diantarkan ke toko buku yang tidak terlalu jauh dari rumahnya.
 Kata benda dia tidak pernah digunakan dalam penggantian kataforis. Lihat contoh berikut.
·Dia pengemudi teladan. Selaib cemat dan teliti dalam mengemudi, pak Bondan terkenal sabar, santun, dan ramah menghadapi penumpang.

b.         Penggantian Kataforis
 Kata ganti persona-nya dapat juga digunakan untuk penggantian kataforis, seperti
·Dengan kecerdasan yang luar biasa serta dengan kecermatan dan ketelitiannya yang tinggi, saya yakin kelak Ahmad dapat menjadi seorang peneliti ulung yang berhasil.
Perhatian bahwa –nya yang digunakan secara kataforis hanya terjadi di dalam kalimat (intrakalimat), tetapi-nya yang digunakan secara anaforis dapat terjadi di dalam ataupun di luar kalimat itu (intrakalimat dan antarkalimat). Selain itu, ada juga-nya sepeti pada agaknya, tentunya, rupanya, tampaknya, pada hakikatnya, dan seharusnya yang tidak menggantikan apa-apa kata-kata itu digunakan secara adverbial dan –nya digunakan secara deiktis karena menuju ke suatu yang ada dalam pikiran pembicara atau pendengar. Artinya-nya itu menunjuk ke sesuatu di luar bahasa. Kata-kata itu dapat digunakan pada awal kalimat, tetapi-nya yang anaforis tidak dapat.

a.               Satuan-Satuan di dalam Wacana

Telah disebutkan bahwa satuan terbesar di dalam wacana bukan kalimat, melainkan pragraf. Jika dilepaskan dari wacana, sebuah paragraf sudah merupakan suatu kesatuan informasi yang lengkap, utuh, dan selesai. Dengan kata lain, sebuah paragraf yang dilepaskan itu sudah merupakan sebuah karangan atau tulisan kecil yang informasinya utuh, lengkap, dan selesai. Paragraf itulah yang kemudian dukung-mendukung menjadi sebuah wacana. Jadi, wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap.

BAB III
PENUTUP
A.       Simpulan
        Banyak orang menduga bahwa satuan bahasa yang terlengkap adalah kalimat. Dugaan itu tentu tidak benar sebab sebuah kalimat bagaimanapun bentuknya pasti menjadi bagian dari sebuah wacana, baik wacana lisan maupun wacana tertulis. Sebuah wacana merupakan suatu gambaran yang utuh atau hasil kemampuan seseorang dalam menyusun idenya ke dalam bahasa. Keutuhan sebuah wacana dinyatakan dengan berbagai alat gramatikal berikut Konjungsi Telah disebutkan bahwa satuan terbesar di dalam wacana bukan kalimat, melainkan pragraf. Jika dilepaskan dari wacana, sebuah paragraph sudah merupakan suatu kesatuan informasi yang lengkap, utuh, dan selesai. Dengan kata lain, sebuah paragraph yang dilepaskan itu sudah merupakan sebuah karangan atau tulisan kecil yang informasinya utuh, lengkap, dan selesai. Paragraph itulah yang kemudian dukung-mendukung menjadi sebuah wacana. Jadi, wacana merupakan satuan bahasa yang paling lengkap.
B.       Saran
       Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap mengenai pembahasan Analisis Kesalahan Berbahasa, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang. Karena di dalam makalah mengenai bahasa yang baik dan benar serta bahasa baku. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.







DAFTAR PUSTAKA
  Setyawati, Nanik. 2010. Analisis kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.
  Arifin, Hadi. 2002. Kesalahan Berbahasa. Jakarta: Akademika .




Comments

Popular posts from this blog

MANTRA BUGIS MAKASSAR

MANTRA/  DOANGANG  ( doaG ) ANDI SAHTIANI JAHRIR Mantra sebenarnya lebih sesuai digolongkan ke dalam bentuk puisi bebas, yang tidak terlalu terikat pada aspek baris, rima dan jumlah kata dalam setiap baris. Dari segi bahasa, mantra biasanya menggunakan bahasa khusus yang sukar dipahami. Adakalanya, dukun atau pawang sendiri tidak memahami arti sebenarnya mantra yang hanya memahami kapan mantra tersebut dibaca dan apa tujuannya. Dari segi penggunaan, mantra sangat eksklusif, tidak boleh dituturkan sembarangan, karena bacaannya dianggap keramat dan tabu. Mantra biasanya diciptakan oleh seorang dukun atau pawang, kemudian diwariskan kepada anak keturunan, murid ataupun orang yang ia anggap akan menggantikan fungsinya sebagai dukun. Kemunculan dan penggunaan mantra ini dalam masyarakat Melayu, berkaitan dengan pola hidup mereka yang tradisional dan sangat dekat dengan alam.  Oleh sebab itu, semakin modern pola hidup masyarakat Melayu dan semakin jauh mereka dari alam, maka man

PAPPASENG TO UGI

PAPPASENG  BUGIS ( ppes) Pappaseng  berasal dari kata dasar paseng yang berarti  pesan  yang harus dipegang sebagai amanat, berisi nasehat, dan merupakan wasiat yang perlu diketahui dan diindahkan. Pappaseng dalam bahasa Bugis mempunyai makna yang sama dengan  wasiat  dalam bahasa Indonesia.  Pappaseng  dapat pula diartikan  pangaja’  yang bermakna nasihatyang berisi ajakan moral yang patut dituruti.  Dalam tulisan punagi (1983:1) dinyatakan bahwa pappaseng adalah wasiat orang tua kepada anak cucunya (orang banyak) yang harus selalu diingat sehingga amanatnya perlu dipatuhi dan dilaksanakan atas rasa tanggung jawab. Mattalitti (1980:5) juga mengemukakan bahwa  pappaseng  bermakna petunjuk-petunjuk dan nasihat dari nenek moyang orang bugis zaman dahulu untuk anak cucunya agar menjalani hidup dengan baik. Jadi,  pappaseng  adalah wasiat orang-orang tua dahulu kepada anak cucunya (generasi berikutnya) yang berisi petunjuk, nasihat, dan amanat yang harus dipatuhi dan dilaksanaka

MAKALAH LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN

BAB   I PENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan pendidikan  manusia dapat memaksimalkan potensi yang ada pada dirinya. Banyak pendidik yang memaksakan kehendaknya kepada peserta didik untuk melakukan hal yang mereka inginkan sedangkan peserta didik sendiri tidak membutuhkanya, maka  setiap guru dituntut untuk memahami teori psikologi pendidikan  agar  potensi yang ada pada peserta didik dapat dikembangkan berdasarkan tahap perkembangannya.  Banyak para ahli yang memaparkan tentang perkembangan  peserta didik diantaranya Piaget, Carl R. Rogers, Kohnstam.  Pendidikan selalu melibatkan kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologi merupakan salah satu landasan yang penting dalam bidang pendidikan. Sementara itu, keberhasilan pendidik dalam melaksanakan berbagai peranannya akan dipengaruhi oleh tentang  pemahamannya dalam pendidikan perkembangan peserta didik. Oleh karena itu agar sukses dalam mendidik, perlu memahami